Dugaan Korupsi Rp1,8 Miliar di Sekretariat DPRD Merangin, Nama Herman Efendi Disorot

Gambar : Herman Efendi Wakil Ketua DPRD Merangin

FAKTA MERANGIN – Dugaan kasus korupsi di lingkungan Sekretariat DPRD Kabupaten Merangin tahun anggaran 2024 kembali mencuat ke permukaan. Kasus ini menyeret nama Herman Efendi, mantan pimpinan DPRD Merangin periode 2019–2024 yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Merangin dari Partai Golkar.

Koordinator Aktivis Mahasiswa Jambi (AMJ), Iqbal, menegaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan kasus dugaan korupsi ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) agar segera ditindaklanjuti.

Bacaan Lainnya

“Kami menilai ada indikasi kuat penyalahgunaan dana Uang Persediaan (UP) tahun 2024 sebesar Rp1,8 miliar. Kasus ini harus diselidiki secara transparan dan profesional,”ujar Iqbal di Jakarta, Minggu (26/10/2025)

Dugaan keterlibatan Herman Efendi mencuat setelah terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jambi. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan Uang Persediaan (UP) di Sekretariat DPRD Merangin.

Beberapa pejabat di Sekretariat DPRD mengaku bahwa Herman Efendi diduga menerima dana UP dan belum mempertanggungjawabkan penggunaannya hingga akhir masa jabatan.

Keterangan dari sejumlah pihak, seperti PLT Sekwan RZ, Bendahara Pengeluaran DA, PPTK RF dan AE, serta pegawai KA, memperkuat temuan tersebut. Mereka menyebut dana itu diduga digunakan untuk pinjaman pribadi Herman Efendi dan untuk menutupi biaya kegiatan internal Sekretariat DPRD.

Sementara itu, YS, bendahara pengeluaran saat itu, juga mengakui bahwa sebagian bukti pertanggungjawaban keuangan tidak sesuai dengan pengeluaran sebenarnya.

Beberapa dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) bahkan disebut dibuat untuk menutupi pemindahbukuan dana UP pada awal tahun dengan sepengetahuan PLT Sekwan.

Dalam laporannya, BPK menilai lemahnya pengendalian internal menjadi faktor utama permasalahan ini.

PLT Sekwan selaku Pengguna Anggaran (PA) disebut tidak mengawasi pelaksanaan belanja barang dan jasa sesuai kondisi riil di lapangan.

Selain itu, PPTK tidak mempertanggungjawabkan pengeluaran sesuai kenyataan, sementara bendahara pengeluaran tidak menjalankan fungsinya secara optimal.

“Permasalahan ini tidak hanya menunjukkan kelalaian administratif, tetapi juga potensi tindak pidana korupsi,” tulis BPK dalam laporannya.

Kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Merangin ini sebenarnya sudah mencuat sejak tahun 2024 dan pernah ditangani oleh Polres Merangin. Namun hingga kini, belum ada perkembangan berarti dari penyidik kepolisian.

Laporan terbaru BPK tahun 2025 kembali membuka perhatian publik dan menekan aparat penegak hukum agar tidak menunda proses hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat.

“Kami mendesak aparat penegak hukum segera menindaklanjuti temuan BPK. Jangan ada pembiaran terhadap kasus yang sudah jelas ini,”tegas Iqbal.

Ia juga menambahkan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung KPK sebagai bentuk desakan moral agar kasus ini segera diusut tuntas.

Kasus dugaan korupsi di DPRD Merangin ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat penting daerah. Masyarakat menilai, jika benar terbukti adanya penyalahgunaan dana, maka penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu.

Pos terkait